Laman

Google Translate

Rabu, 22 Februari 2012

Tak Kapok, Rusia Siap Ulangi Misi ke Mars

Rusia menyatakan bahwa mereka akan mengulangi misi Phobos-Grunt mereka ke Mars jika lembaga antariksa Eropa (European Space Agency) memutuskan untuk tidak melibatkan Rusia dalam rencana program ExoMars mereka.

Seperti diketahui, misi Phobos-Grunt, yang bertujuan untuk mengambil sampel-sampel bebatuan dari Phobos, bulan milik planet Mars, diluncurkan pada 9 November lalu. Namun misi itu gagal karena ada kerusakan di mesin roket mereka dan akhirnya jatuh kembali ke Bumi, 15 Januari 2012.

“Kami telah berkonsultasi dengan ESA terkait partisipasi Rusia dalam proyek ExoMars,” kata Vladimir Popovkin, kepala lembaga antariksa Rusia (Roscomsmoc), dikutip dari UPI, 2 Februari 2012. “Jika tidak ada kata sepakat, kami akan mengulangi upaya untuk meluncurkan pesawat ke Phobos,” ucapnya.

Program ExoMars yang digelar oleh ESA sendiri bertujuan untuk mengirimkan pesawat ruang angkasa ke Mars di tahun 2016 mendatang. Robot yang dikirimkan akan menjelajahi planet itu selama 2 tahun kemudian.

ExoMars merupakan program kerjasama antara ESA dan NASA. Tetapi lembaga antariksa AS itu menyatakan bahwa partisipasi mereka tidak akan banyak dan mereka tidak akan menyediakan fasilitas peluncuran bagi pesawat tersebut.

Badan antariksa Rusia sendiri mengaku siap menyediakan sebuah roket Proton untuk meluncurkan pesawat pengorbit Mars itu, dan sebagai gantinya, mereka minta dilibatkan secara penuh dalam proyek eksplorasi di planet tersebut.

'Makanan' Black Hole: Asteroid

Tata surya kita, Bima Sakti, memiliki lubang hitam (black hole) raksasa yang dinamakan Sagittarius A*. Ilmuwan menduga, lubang hitam ini 'melahap' asteroid-asteroid yang bergerak mendekatinya.

Berdasarkan pengamatan NASA menggunakan sinar X,  Sagittarius A* memancarkan jilatan api saat melahap asteorid ini. Sinar ini membuatblack hole lebih terang 100 kali dibanding saat normal.

Lubang ini dikelilingi awan triliunan asteroid dan komet, kata ilmuwan. Benda-benda langit yang berjarak 100 juta mil akan tersedot ke dalam lubang dan terbakar.

"Studi menyebutkan bahwa lubang hitam memerlukan asteroid ini untuk memproduksi letupan api," kata Kastytis Zubovas dari University of Leicester, seperti dikutip dariDailymail.

Rekan Zubovas, Sergei Nayakshin, menambahkan orbit asteroid bisa berubah jika terlalu dekat dengan lubang hitam ini. Dan jika, terlempar ke lubang hitam, nasib asteroid ini sudah bisa dipastikan.

Jilatan api ini juga terdeteksi menggunakan infra merah oleh teleskop observatorium milik Eropa Selatan di Chile. Ilmuwan menduga jilatan ini dibuat dari bebatuan ruang angkasa yang berdiameter di atas 12 mil.

Lubang ini mungkin juga 'memakan' bebatuan yang lebih kecil tapi jilatannya sulit dideteksi.

Jika ada asteroid raksasa yang lewat terlalu dekat lubang hitam, kata ilmuwan, akan bergesekan dengan gas di Sagittarius A*. Reaksinya mirip saat meteor bergesekan dengan atmosfer saat akan masuk bumi. Jilatan api ini diproduksi asteroid yang akhirnya ditelan si lubang hitam.

Permukaan Mars Dipastikan Tak Bisa Dihuni

Anda pecinta film-film sains fiksi atau kehidupan di angkasa luar? Siap-siap untuk kecewa. Dari studi terakhir, permukaan planet Mars dipastikan merupakan tempat yang sangat tidak memungkinkan untuk menampung kehidupan. Apalagi setelah mengalami kekeringan selama 600 juta tahun terakhir.

Menurut peneliti dari Imperial College London, Inggris, planet merah itu telah benar-benar gersang selama kurun waktu tersebut dan sangat sulit bagi kehidupan untuk mampu bertahan di permukaannya.

Dalam studi, peneliti mengamati data yang dikumpulkan oleh Phoenix, satelit ruang angkasa milik NASA yang pada tahun 2008 lalu berangkat ke Mars. Seperti diketahui, tugas utama Phoenix sendiri adalah mendarat di sana dan mencari tanda-tanda apakah planet itu bisa dihuni. Phoenix juga digunakan untuk menganalisa es dan tanah yang ia dikumpulkan.

Sayangnya, hasil penelitian terhadap tanah yang diambil menunjukkan bahwa planet itu sudah gersang selama ratusan juta tahun. Kondisi ini terjadi meski ditemukan adanya serpihan-serpihan es di planet itu.

Dalam penelitian sebelumnya, memang diperkirakan bahwa Mars kemungkinan lebih hangat dan lebih basah di masa lalu. Namun jika demikian adanya, kondisi tersebut berada di kisaran 3 miliar tahun yang lalu.

Menurut peneliti, Phoenix memang hanya sempat menjelajah sebagian kecil saja dari planet itu. Namun dari citra satelit, serta dari penelitian-penelitian terdahulu, indikasinya adalah tanah yang serupa dengan sampel yang diambil oleh Phoenix, tersebar di seluruh Mars. Artinya, temuan terbaru ini bisa jadi berlaku di seluruh permukaan Mars.

“Kami mendapati bahwa meski banyak ditemukan es di Mars, planet itu telah mengalami kekeringan yang luar biasa yang kemungkinan telah berlangsung selama ratusan juta tahun,” kata Tom Pike, ketua tim peneliti, dikutip dari Mad Shrimps, 8 Februari 2012.

Meski demikian, Pike menyebutkan, ia dan timnya memperkirakan bahwa Mars yang kita ketahui saat ini sangat berbeda dengan Mars di masa lalu. “Misi NASA dan ESA di masa depan akan melakukan penggalian lebih dalam untuk mengetahui lebih lanjut peluang adanya kehidupan di bawah tanah,” ucapnya.

Swiss Buat Satelit Penyapu Sampah Angkasa

Bumi saat ini dikelilingi jutaan sampah luar angkasa, dari seukuran bus kota hingga rongsokan kaleng. Sampah luar angkasa ini tidak hanya membahayakan bumi, sebab bisa jatuh kapan saja.

Tapi, sampah ini juga bisa membahayakan Stasiun Luar Angkasa Internasional yang kini berada di orbit dalam. Sebab saat dua objek ini bertabrakan, maka akan pecah hingga ribuan keping. Tentu ini mengganggu operasional stasiun.

Untuk mengatasi masalah sampah angkasa ini, sejumlah ilmuwan dan teknisi Swiss menciptakan proyek CleanSpace One. Prototipe proyek satelit penyapu sampah angkasa ini pun dibuat dengan bentang panjang 30 cm, serta panjang dan tinggi 10 cm.

Satelit penyapu ini rencananya akan siap diluncurkan awal tahun 2015. Dengan demikian CleanSpace One dirancang untuk bertemu dan menghancurkan picosattelit (satelit mikro) milik Swiss lain, Tisat.

Saat tiba di tempat yang ditargetkan, satelit pembersih CleanSpace One akan membuka 'tangannya', menggenggam satelit sampah, dan membawanya agar terbakar bersama di atmosfer.

CleanSpace One didesain dan dibangun di Swiss Space Center, bagian dari Swiss Federal Institute for Technology di Lausenne (EPFL). Para ilmuwan itu saat ini sedang mengembangangkan sistem propulsi (kendali) elektrik yang memungkinkan CleanSpace One menggenggam sampah luar angkasa tersebut.

"Tantangan utama saat ini memang menyiapkan tangan robotik atau mekanisme persiapan yang memungkinkan menggenggam satelit Swiss (Tisat) itu," kata peneliti EPFL, Muriel Richard.

Jika ini berhasil dikembangkan, tim berharap bisa menawarkan dan menjual sistem buatan mereka untuk membersihkan sampah luar angkasa dalam berbagai bentuk dan ukuran. "Badan luar angkasa merasa perlu untuk menjadikan ini sebagai pertimbangan dan persiapan untuk membersihkan barang yang telah mereka lontarkan ke luar angkasa. Kami ingin menjadi perintis di area ini," kata Direktur Swiss Space Center, Volker Gass.

Senada dengan Volker Gass, Muriel Richard pun mengatakan sistem CleanSpace One yang terbilang murah ini diharapkan bisa membantu pengembangan pembersihan sampah luar angkasa. "Ini bukan pembangunan jutaan, tapi ini pembangunan dengan level yang berbasis di universitas," tuturnya.

Menurut astronot dan profesor di EPFL, Claude Nicollier, sampah luar angkasa memang menjadi permasalahan besar yang kerap dianggap sepele, sama seperti pemanasan global. "Ada kesamaan dari dua permasalahan itu, jika kita tidak melakukan apa-apa, kita memiliki masalah besar di masa depan," ujarnya.

Google Kembangkan Kacamata Masa Depan

 Saat meluncurkan tablet iPad, pendiri Apple Steve Jobs pernah mendeklarasikan berakhirnya era PC dan dimulainya era post-PC. Ucapan Steve Jobs ini sepertinya menjadi sebuah penanda awal perkembangan teknologi mobile, dari perangkat genggam hingga kacamata. 

Perusahaan teknologi Google dikabarkan sedang mengembangkan kacamata berteknologi tinggi, yang akan memiliki fungsi hampir sama seperti smartphone berbasis Android. Dengan demikian, penggunanya akan mampu mengumpulkan informasi, hingga berkomunikasi dengan menggunakan kacamata ini.



Mengutip laman New York Times, sejumlah karyawan Google yang terlibat proyek ini bahkan mengatakan kacamata ini akan dipasarkan akhir tahun ini. Mereka mengungkap bahwa kacamata canggih ini akan dijual seharga smartphone, yaitu sekitar US$ 250 hingga US$ 600.

Kacamata ini juga disebut akan menggunakan sistem operasi Android. Adapun layarnya akan bisa dilihat saat kacamata itu digunakan. Bahkan, kacamata ini disebut akan menggunakan jaringan 3G atau 4G, dan dilengkapi sensor gerak dan GPS.

Kabar ini pertama kali dipublikasi oleh seorang blogger Seth Weintraub di blognya, "9 to 5 Google". Selain menyebut berbasis Android, Seth juga mendapat informasi dari sumbernya bahwa model kacamata itu akan mirip dengan Oakley Thumps.

Seth juga menulis kacamata akan memiliki sistem navigasi unik, yaitu dengan menggerakkan kepala untuk scroll atau klik. "Ini akan mudah dipelajari dan pengguna akan beradaptasi secara cepat dengan navigasi, yang akan alamiah dan tak terlihat mencolok oleh orang yang melihatnya," tulis Seth.

Kacamata yang oleh Seth disebut "Heads Up Display" ini juga dikabarkan akan mampu memberikan informasi mengenai lokasi, gedung-gedung, dan teman yang ada di lingkungan sekitar. Walau begitu, kacamata ini disarankan untuk tidak digunakan secara konstan, karena memang tidak didesain untuk penggunaan dalam jangka waktu lama.

Tapi juru bicara Google menolak memberi komentar mengenai kacamata masa depan ini.

Selain Google, perusahaan yang fokus di teknologi visual, Lumus, juga dikabarkan sedang membuat kacamata sejenis. Kacamata PD-18-2 ini memungkinkan pengguna melihat gambar berkualitas tinggi sambil berjalan atau melakukan aktivitas sehari-hari.

Planet-planet Kandidat Pengganti Bumi?


Teknologi memungkinkan manusia menjelajah keluar Bumi untuk meneliti lebih jauh lagi mengenai pembentukan alam semesta. Berbagai eksplorasi dan penelitian menyimpulkan sejumlah planet memberikan harapan baru untuk dihuni, untuk menggantikan Bumi yang kian sesak. 



Beberapa sistem tata surya yang ditemukan mirip dengan Bimasakti, tempat Bumi mengorbit. Bahkan sejumlah planet yang ditemukan juga diyakini mirip Bumi. Para ilmuwan dan astronot menduga kehidupan manusia bisa berlangsung di planet-planet ini.

Sejauh ini, ada beberapa planet yang dipublikasikan mirip Bumi dan diperkirakan bisa menyokong kehidupan manusia. Berikut beberapa di antaranya:

1. Planet GJ 667Cc
Planet ini disebut kandidat terbaik mirip bumi. Dikutip dari Dailymail, planet yang terdeteksi lewat teleskop dari Bumi itu, berbatu seperti laiknya Bumi yang kita huni ini. Selain itu, dia juga mengorbit dengan "zona hunian" dengan suhu yang cocok untuk keberadaan air di permukaan. Suhu permukaannya bisa jadi mirip Bumi.

"Planet baru ini kandidat terbaik yang menyediakan air, dan mungkin kehidupan," kata pemimpin penelitian ini, Guillem Anglada-Escudé, Februari 2012.

Planet yang terdeteksi teleskop di European Southern Observatory ini memiliki bobot 4,5 kali bumi dan mengorbit pada satu bintang yang disebut GJ 667C dengan jarak 22 tahun cahaya dari bumi. Dalam konteks galaksi, dia tetangga kita.

Diberitakan Telegraph, planet ini mengorbit pada bintangnya dengan periode 28,15 hari, hampir sama dengan bumi kepada matahari.

"Planet ini mengorbit di sistem tiga bintang. Tapi dua lainnya sangat jauh. Keduanya akan terlihat cantik di langit," kata  Steven Vogt, seorang profesor astronomi.
Dua bintang lainnya hanyalah bintang kerdil berwarna oranye. Ada tiga planet yang mengorbit dekat bintang ini.

2. Planet KOI 326.01
Planet ini memiliki volume dan diameter lebih kecil dibandingkan Bumi dengan temperatur sedikit lebih rendah dari air mendidih. Dari segi ukuran, planet ini mirip Bumi.

Planet KOI 326.01 ditangkap pertama kali oleh Teleskop Kepler. Teleskop tersebut bekerja untuk mendeteksi planet-planet ekstrasolar (berada di luar tata surya). Ia mampu mengamati 150.000 bintang terdekat Bumi di ruang angkasa.

Sejauh pengamatan terhadap KOI 326.01, ilmuwan planet dari Ames Research Center NASA William Borucki mengatakan, "Ini obyek kecil, kandidat kecil."

"Astronom pun bahkan tidak mengetahui berapa ukuran bintang induknya. Sebab itu, sulit untuk mengetahui karakteristik planet yang mirip Bumi itu. Sampai kini, belum ada konfirmasi lebih lanjut," kata dia, yang juga bertanggung jawab sebagai Kepala Tim Sains Kepler, Februari 2011.

Ada perkiraan bahwa satu di antara 200 bintang di ruang angkasa pastilah sebuah planet yang memiliki zona layak huni makhluk hidup, atau menyerupai kehidupan seperti Bumi.

Planet KOI 326.01 adalah salah satunya?
Itu masih misteri. Tapi, menurut beberapa ilmuwan, planet seukuran Bumi itu merupakan salah satu planet yang cocok untuk kehidupan alternatif penghuni Bumi.

3. Planet Gliese 581g
Hasil pengamatan observatorium MW Keck di Hawaii, Amerika Serikat, selama 11 tahun membuahkan hasil. Para ilmuwan menemukan sebuah planet yang paling mirip dengan Bumi bernama Gliese 581g, pada September 2010.

Planet yang ukurannya hampir sama dengan Bumi itu mengorbit dan berada di tengah "zona huni perbintangan". Peneliti juga menemukan zat cair dapat eksis di permukaan planet itu.

Ini akan menjadi planet paling mirip Bumi yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Ini juga merupakan planet pertama yang paling berpotensi dihuni manusia.

Yang paling menarik dari dua planet Gliese 581g adalah, dia memiliki massa tiga sampai empat kali dari Bumi dan periode orbit hanya di bawah 37 hari. Volume massa itu menunjukkan bahwa planet itu kemungkinan merupakan planet berbatu dengan permukaan tertentu. Itu juga menunjukkan bahwa planet itu memiliki gravitasi yang cukup.

Gliese 581g terletak dengan jarak 20 tahun cahaya dari Bumi, tepatnya berada di konstelasi Libra. Posisi planet ini, satu sisi selalu menghadap bintang dan memiliki suhu panas yang memungkinkan manusia untuk berjemur secara terus-menerus di siang hari. Di bagian samping yang menghadap jauh dari bintang, berada dalam kegelapan yang terus-menerus.

Para peneliti memperkirakan rata-rata suhu permukaan planet ini antara -24 dan 10 derajat Fahrenheit atau -31 sampai -12 derajat Celsius. Suhunya akan sangat terik saat posisinya menghadap bintang dan bisa terjadi pembekuan saat sedang gelap.

Menurut Profesor Vogt, gravitasi di permukaan planet itu hampir sama atau sedikit lebih tinggi dari Bumi, sehingga orang dapat dengan mudah berjalan tegak di planet ini.

4. Sistem Kepler 9
Satelit Kepler menemukan kelompok planet alien, planet-planet yang tak pernah dilihat sebelumnya itu mengelilingi sebuah bintang--seperti planet dalam tata surya yang mengelilingi Matahari, Agustus 2010. Temuan itu dinamakan sistem Kepler 9.

Pengamatan dari observatorium Kepler mengkonfirmasikan dua planet seukuran Saturnus mengorbit sebuah bintang --dalam jarak sekitar 2.300 tahun cahaya dari Bumi.

Dua planet terbesar dalam sistem ini yang dinamakan Kepler 9b dan Kepler 9c--ditemukan memiliki diameter yang hampir sama. Keduanya punya massa dan kepadatan seperti Saturnus.

Namun, dua planet tersebut terlalu dekat dengan bintang--mirip Matahari, seperti Merkurius yang mengorbit Matahari. Dua planet itu diduga kuat tidak memiliki kehidupan karena sangat panas.

Para astronot belum menemukan planet mirip Bumi dari observatorium Sistem Kepler ini. Jika keberadaan planet ketiga mirip yang Bumi sudah ada konfirmasi, planet itu bisa menjadi planet terkecil yang dikenal. "Kami bisa mengatakan, dalam hal ukuran fisik, ini akan jadi yang terkecil, tapi kami belum mengetahui massanya," kata Matthew Holman, staf direktur divisi teori astrofisika di Harvard-Smithsonian Center, yang mengkonfirmasi temuan Kepper.
Keppler mengungkapkan, planet ketiga ini memiliki radius 11,5 kali Bumi dan memiliki periode orbital sekitar 1,6 hari di Bumi--lebih pendek dari Kepler-9b dan 9c. Para peneliti sedang meneliti apakah kandidat 'Kembaran Bumi' mengorbit di bintang yang sama dengan dua planet lain.

Namun dalam hal kelayakan huni, sistem Kepler-9 mungkin bukan tempat yang tepat untuk mencari kehidupan. "Planet-planet ini seperti tidak layak huni," kata Holman. Diperkirakan temperatur dua planet terbesar sangat tinggi, sekitar 740 derajat Kelvin (872 derajat Fahrenheit) dan 540 derajat Kelvin (512 derajatFahrenheit).

5. Planet Kepler 10-b
Teleskop luar angkasa AS menemukan sebuah planet yang terletak di luar tata surya. Planet itu tampak berbatu-batu, mirip dengan Bumi. Sayang, planet itu tidak layak huni, karena terlalu panas. Menurut NASA, suhu di salah satu sisi planet itu sebesar 2.700 derajat Fahrenheit, atau sekitar 1.482 derajat Celcius.

Astronom NASA, Natalie Batalha, mengatakan bahwa planet itu berukuran 1,4 kali lebih besar dan memiliki massa 4,5 lebih padat dari Bumi. Kepler 10-b mengorbit di suatu bintang mirip matahari dan berjarak 560 tahun cahaya, atau sekitar 9,4 triliun kilometer.

6. Planet GJ 1214b
Planet itu lebih besar dari Bumi dan memiliki kandungan air. Hasil temuan tim dari Harvard-Smithsonian Centre for Astrophysics itu dipublikasikan di jurnal Nature, Rabu 16 Desember 2009.

Berukuran 2,7 kali lebih besar dari Bumi, planet itu mengitari matahari, yang lebih kecil dan kurang bercahaya dari matahari di tata surya kita. Meski planet GJ 1214b kemungkinan besar memiliki atmosfer yang terlalu tebal dan terlalu panas bagi bentuk kehidupan seperti di Bumi, penemuan itu merupakan pencapaian besar dalam pencarian kehidupan di planet lain.

"Kegembiraan terbesar adalah karena kami menemukan sebuah dunia dengan kandungan air yang mengitari bintang yang sangat kecil dan sangat dekat, hanya berjarak 40 tahun cahaya dari sistem tata surya kita," kata David Charbonneau, profesor astronomi di Harvard University dan ketua tim penulis artikel di jurnal Nature, seperti dikutip dari lamanCNN.

Planet GJ 1214b tergolong sebagai "super-Earth" karena berukuran antara satu dan sepuluh kali lebih besar dibanding Bumi. Dalam beberapa tahun, para ilmuwan sudah mengetahui keberadaan planet-planet super ini. Sebagian besar yang ditemukan astronom berukuran sangat besar, sehingga lebih mirip planet Jupiter daripada Bumi.

Charbonneau mengatakan, kehidupan di planet GJ 1214b tersebut kemungkinan tidak akan mirip seperti kehidupan di Bumi. "Planet ini kemungkinan memiliki air yang berupa cairan," katanya.

7. 100 Planet Mirip Bumi
Teleskop Kepler menemukan lebih dari seratus planet yang besarnya seukuran Bumi. Penemuan tersebut terjadi 2010, setelah Kepler memindai langit untuk menemukan keberadaan planet yang mengorbit bintang. Penemuan ini menguatkan dugaan mengenai kemungkinan bahwa manusia Bumi tidak sendirian di jagat raya ini.

Pakar astronomi, Dimitar Sasselov, seperti dikutip dari Daily Mail, mengatakan, bahwa teleskop mengungkap 140 planet berbeda yang memiliki ukuran mirip Bumi. "Penemuan luar biasa ini memenuhi impian Copernicus," kata Sasselov.

Tempat Terdingin dan Misterius di Antariksa


Di langit yang ditaburi bintang-bintang, terlihat sebuah penampakan hitam yang mirip diduga lubang hitam atau black hole. Ternyata, penampakan ini merupakan awan materi atau para ahli astronomi menyebutnya sebagai awan molekul gelap.
Awan ini mampu memblok semua cahaya yang melewatinya. Dikutip dari laman Dailymail,interior awan molekul ini merupakan tempat paling dingin dan terisolasi di alam semesta.

Pemandangan aneh ini terbentuk karena konsentrasi tinggi dari debu dan gas molekul menyerap semua cahaya yang dipancarkan bintang di belakangnya.

Ahli berhasil mengabadikan salah satu awan molekul gelap bernama Barnard 68, salah satu awan penting. Menurut para astronom, Barnard 68 relatif dekat bumi karena tak ada bintang yang tampak.

Tapi, kemungkinan jaraknya bisa mencapai 500 tahun cahaya. Belum diketahui bagaimana awan molekul seperti Barnard terbentuk. Tapi, ilmuwan menduga awan ini tempat lahirnya bintang-bintang baru.

2017, Astronot China Tiba di Bulan

Dalam sebuah konferensi robotik internasional, seorang pejabat pemerintahan China mengungkapkan rencana negeri mereka untuk mengirimkan robot ke bulan dalam dua tahun ke depan.

Dijadwalkan, sampel-sampel bebatuan Bulan sendiri akan dibawa ke Bumi pada 2017 mendatang. Tujuan utama dari peluncuran robot ke Bulan sendiri adalah agar mereka dapat mengirimkan astronot dan melakukan pendaratan di sana. 





“Jika tidak ada aral melintang, proyek pengembangan misi ini sendiri akan digelar setelah misi pengambilan sampel bebatuan Bulan tuntas dikerjakan,” kata Ziyuan Ouyang, Chief Scientist of Lunar Exploration Program China, dikutip dari PopSci, 30 Januari 2012.

Ouyang sendiri belum mengabarkan tanggal-tanggal dimulainya misi tersebut, akan tetapi, bulan lalu, seorang juru bicara program ruang angkasa China sempat mengungkapkan bahwa mereka akan mengirimkan manusia ke Bulan pada tahun 2025 mendatang.

Oktober lalu, China telah menggelar misi Chang’e 2 yang mengantarkan perangkat pemindai ke Bulan. Pada misi berikutnya yakni Change’e 3, mereka akan mengirimkan kendaraan penjelajah dan akan mendarat di Sinus Iridium, salah satu kawasan Bulan yang paling banyak diamati pada tahun 2013 mendatang.

Robot penjelajah itu disebut-sebut mampu memilih rute perjalanannya sendiri, menghindari rintangan, dan melakukan eksperimen ilmiah lewat berbagai sensor, kamera, spektrometer sinar x dan infra merah, serta radar yang mampu melakukan penetrasi ke tanah.

Robot ini menggunakan sel surya dan sumber daya tambahan dalam bentuk baterai nuklir berbasis plutonium-238, baterai yang sama dengan yang akan digunakan pada kendaraan penjelajah Mars Science Laboratory.

Setelah misi tersebut, China akan mengirimkan misi penggalian di Bulan untuk mengungkap permukaan benda angkasa tersebut dan sampai akhirnya, pada kisaran 2017, mereka akan mengirimkan misi pendaratan manusia di sana.

Selain China, negara lain yang ingin menjalankan misi ke Bulan adalah Jepang. Rencananya, mereka malah akan mendirikan stasiun di sana pada tahun 2020 mendatang. Sejumlah anggota kongres Amerika Serikat juga bermimpi memiliki stasiun di Bulan pada 2022.

Dan jika China juga akan mendaratkan manusia di Bulan, tampaknya Bulan akan segera diramaikan oleh manusia.

Search Engine

Total Tayangan Halaman